Your number here :)

Selasa, 30 Juli 2013

CERPEN



 Summer In Love





Ah. Rasanya tak ada seharipun yang Yuki lewatkan dengan mengumbar  seutas senyum dan tawa. Remaja sekolah menengah Horikoshi Gakuen itu seakan tak pernah berhenti menyesakkan harinya dengan senyuman. Rasanya tak heran kalau Yuki memiliki sejuta pesona yang mungkin bisa menarik hati para pelajar pria di sekolahnya ketika Yuki melemparkan senyum. 
Juro, begitu pun Etsu. Mungkin telah lama dua sahabat itu menjadi segelintir penggemar rahasia Yuki. Namun berbeda dengan  Etsu yang sudah mampu menanggalkan bayangan Yuki yang selalu selalu menghampirinya semenjak ia satu sekolah dengan Yuki. Etsu adalah tipikal orang yang cuek dan berusaha mencampakkan apa yang ia rasakan kepada Yuki. Tapi Juro, dia bertahan dengan apa yang dia cintai selama ini. Mungkin karena ikatan persahabatan. Etsu tak ingin menghancurkannya karena sesosok wanita. Terlalu berharga untuk Etsu sebuah persahabatan di bandingkan dengan wanita manis yang selalu siap menggoda bayangnya. Kini Etsu telah menaruh perhatiannya kepada seorang gadis periang lainnya. Tak lain adalah Fujita.
Dibalik keriangannya, Yuki sebenarnya begitu dingin ketika dihadapkan dengan lawan jenisnya. Tipikal yang sering dianggap sinis oleh para pelajar pria. Tentunya  setelah mereka tahu tentang Yuki lebih dalam. Mungkin Juro adalah sosok yang konsisten. Meski ia tahu betapapun dinginnya Yuki ketika berhadapan dengannya. Juro tetap bersikukuh mencintainya tanpa mengurangi intensitasnya.
‘’Fuji!’’, suara keras mendenging menghentikan langkahnya di lorong sekolah.
‘’Miura? Ada apa?’’, jawab Fujita setengah heran.
Dengan sedikit terengah-engah Miura memulai pembicaraan dengan Fujita. Mereka adalah teman yang selalu bersama Yuki semenjak kecil.
‘’Juro...’’, Miura berkata setengah jalan. Membuat Fujita heran.
Mungkin karena kaget. Fujita setengah membelalak mendengar pernyataan Miura. Senekat itukah Juro untuk menyatakan cinta kepada Yuki di lapangan basket di sekolah? Fikirnya. Tanpa aba-aba mereka berlari menuju kerumunan di tengah lapangan basket. Dilihatnya Yuki yang sedang berkaca-kaca dan tampak menutupi mulutnya seperti ingin mengeluarkan sesuatu yang mengoyak di perutnya.
‘’ya ampun! Mimpi buruk. masih sempat dia mual di depan orang banyak’’, celetuk Miura melihat kebiasaan buruk Yuki kalau bertemu Juro.
            Juro dengan tampang coolnya dilengkapi baju basket dan bola ditangannya serta keringat yang bercucuran di dahi dan tubuhnya membuat Fuji dan Miura terpana sekejap. Cepat-cepat mereka mendekati Yuki yang sedang bertatapan langsung dihadapan Juro. Sebenarnya kehadiran mereka bisa dibilang terlambat beberapa sesi. Tak sempat mereka lihat betapa coolnya Juro ketika menyatakan cinta. Yang akan mereka saksikan adalah bagaimana Yuki menjawab segelintir kata manis dari mulut Juro.
‘’nggak’’,Yuki menggelengkan kepala dengan sedikit keraguan yang tersirat di wajahnya.
Tak pernah Juro sangka. Ia akan mendapat penolakan sepahit ini. Bagai petir yang menyambar di siang bolong. Hatinya terluka seketika.
‘’hmm.. tak apa Yuki’’, timpalnya sedikit kikuk.
Fujita dan Miura hanya bisa bertatapan satu-sama lain. Tak membutuhkan waktu banyak, kerumunan itupun mulai lenyap seiring langkah Juro yang semakin menjauh menampakkan punggungnya dari hadapan Yuki, dan menyisakan kedua sahabatnya. Waktu panjang yang telah menyatukan mereka bertiga. Mungkin karena itulah Fujita dan Miura tak sedikitpun berkomentar tentang apa yang barusan Yuki lakukan kepada Juro. Mereka seolah sangat mengerti apa alasan Yuki untuk melakukan ini semua.
‘’walaupun aku menyukainya, namun belum banyak’’, suara Yuki memecah keheningan di lapangan basket itu.
‘’kenapa kau menolaknya mentah-mentah?’’, serempak mereka bertanya.
‘’ aku hanya ingin tahu seberapa besar cinta yang ia punya’’, ucapan Yuki membuat kedua sahabatnya tak berkata lagi. Senyuman Fujita dan Miura tersungging jahil menanggapinya.
Di balik kehancuran hatinya. Juro wa Juro no mama (Juro tetaplah Juro). Seorang yang konsisten akan apa yang ia lakukan. Namun sering kali karena kekonsistenannya itu membuatnya terlihat sedikit egois. Ternyata di kejauhan Etsu melihat penolakan yang di lakukan Yuki terhadap sahabatnya. Ditepuknya punggung Juro yang masih bercucuran keringat itu setelah keluar dari area lapangan.
‘’hey sob! Sudahlah, jangan terlarut dalam kesedihan, Yuki bukan berarti tak menyukaimu’’, Etsu menenangkan seolah mengerti apa yang Yuki inginkan.
 Setegar dan sekonsisten apapun Juro, ia tetaplah manusia. Pastilah penolakan itu membuatnya sedih saat ini, namun tidak untuk selanjutnya.
Di hari Holliday in Summer,  Fuji, Miura, dan Yuki berencana berlibur ke pantai Nishi di pulau Heteruma untuk sekedar hangout selama empat hari. Dalam benak mereka, cukuplah empat hari yang akan mereka habiskan di sana untuk membalas kepenatan dari keseharian mereka sebagai pelajar dan akan menjadi hari yang menyenangkan.
Hingga tiba pada waktunya. Gelak tawa dan siratan senyum dari tiga sekawan itu terulas di bibir pantai Nishi. Tepatnya seperti yang telah mereka bayangkan sebelumnya. Apalah artinya kehadiran seorang Juro di tengah-tengah liburan Fuji dan Miura. Tapi kehadiran Juro cukup membuat Yuki resah. Tak pernah Yuki banyangkan sebelumnya jika harus menghabiskan waktu berliburnya dengan kehadiran Juro di dekatnya.
‘’kenapa dia harus mengambil tempat untuk menghabiskan Holliday In Summer di tempat yang sama?’’, Yuki berucap resah dalam hati.
 ‘’sudahlah jalani saja, lagi pula dia tak akan terus mengikutimu seperti kage (bayangan) dirimu sendiri’’, Fuji nyeletuk seakan dia tahu apa yang ada di dalam hati Yuki. Begitu menggelegar suara tawa Miura memecah keseriusan suasana, disusul dengan tawa Fujita.
‘’ yaaah.. kumat lagi deh’’, celetuk Miura melihat Yuki menjauh menuju rumah penginapan yang letaknya tak jauh dari bibir pantai itu. Mereka bisa memaklumi sikap Yuki, memang mengasingkan dirilah yang sering menjadi pelarian Yuki ketika mendapati hatinya tersinggung atau semacamnya.
‘’gara-gara kamu sih’’, Fujita menuduh Miura dengan sisa tawa. Mungkin karena mereka geli akan semua rencana yang telah mereka susun untuk Yuki dan Juro bersama Etsu.
‘’sepertinya semua akan berjalan lancar’’, suara Etsu mengagetkan Fuji dan Miura.
‘’ah kau ini mengagetkan saja!’’ tukas Fujita gemas.
Dengan muka kesal, Yuki membuka pintu sedikit kasar. Matanya segera terbelalak dan dengan spontan mulutnya ia dekap kuat-kuat dengan kedua telapak tangannya. Mual lagi. Seperti itulah Yuki kalau bertatapan dengan Juro. Bukan jijik atau semacamnya. Tapi jantung Yuki yang berdegup seolah ingin keluar itulah yang membuat Yuki merasakan mual yang belebih. Cepat-cepat ia banting pintu geser kamarnya itu. Tak tanggung-tanggung, didapatinya Juro yang sedang duduk di dalam kamarnya dengan setangkai bunga di tangan kanannya.
Masih berdiri di depan pintu dengan mimik yang jelas tergurat kaget. Geretan pintu kamar beriringan dengan membukanya pintu itu. Ya. Juro yang tepat dihadapannya sekarang.
‘’ayolah masuk’’, Juro mempersilahkan Yuki duduk layaknya puteri kaisar Jepang dengan senyum maut yang ia lengkungkan untuk menyambut Yuki.
Masih bergeming. Tak sepatah kata pun keluar dari mulut Yuki yang sedang duduk bersebelahan dengan Juro di antara hidangan-hidangan khas Jepang di musin panas juga setangkai bunga dan saling menatap. Walaupun mulutnya masih terbekap kedua tangan. Kali ini benar-benar membuat Yuki tak bisa menahan lagi. Perlahan mata Juro turun ke lengan baju putih panjang yang ia kenakan saat itu. Juro tak tahan melihat apa yang menempel di lengan bajunya, tapi berusaha untuk tetap menyunggingkan senyum mautnya kepada Yuki. Namun senyumya tampak aneh ketika itu.
‘’maaf. Maaf Juro aku benar-benar tak sengaja’’, Yuki begitu paniknya melihat apa yang terjadi.
Kata maaf dari Yuki seolah menjadi penawar rasa jijik terhadap isi perut yang Yuki keluarkan tepat di lengan baju putihnya itu. Secepat kilat senyuman maut itu terulas di wajahnya. Jantung Yuki tak bisa berhenti berpacu dengan kencangnya dan membuatnya semakin mual. Kali ini celana jeans yang Juro kenakan pun ikut berceceran isi perut Yuki.
Ternyata, Fuji, Miura, dan Etsu sedari tadi menguntit di balik pintu geser. Melihat itu mereka bertiga segera berhamburan menuju Yuki dan Juro. Etsu menyibukkan dirinya untuk mengajak Juro membersihkan dirinya. Begitupun Fuji dan Miura sibuk mengomel-ngomeli Yuki dengan kebiasaan buruknya yang keluar di saat tidak tepat.
‘’haduuuh.. kenapa kebiasaanmu kumat di saat yang nggak tepat sih?’’, Miura meracau sejadinya menggambarkan kegemasannya karena rencana yang telah mereka susun berjalan di luar skenario.
‘’maaf. Kali ini aku bener-bener gak bisa menahannya’’, ucap Yuki penuh sesal.
Setelah keadaan menjadi lebih baik, Yuki  tak bisa begitu saja bersikap dingin seperti biasanya kepada Juro, mengingat apa yang baru saja Yuki lakukan.
‘’maaf ya Juro.. aku benar-benar gak sengaja’’, tak seperti biasanya, kali ini Yuki yang mulai membuka pembicaraan. Mendapat sinyal positif yang diberikan Yuki kepada Juro, seakan menambah keberanian Juro untuk kembali mengucapkan hal serupa beberapa hari lalu di lapangan basket sekolah.Yuki melihat apa yang tertata rapi di meja.
‘’Sashimi!’’, begitu senangnya Yuki melihat hidangan khas Jepang yang selalu bisa mengundang selera makannya hingga membuatnya berteriak di dalam hati. Lehernya seolah bergerak menelan sesuatu. Juro pasti bisa menebaknya.
‘’aha! Kamu tertarik dengan Sashiminya ya?’’, tanya Juro menggoda.
‘’tapi aku mohon kamu mau kan dengerin aku sebentar saja sebelum memakan Sashiminya?’’, Juro memohon sebisanya. Yuki pun menganggung tanpa pikir panjang.
‘’sekali lagi... mau gak kamu jadi pacarku?’’, Juro tersenyum sangat yakin.
‘’ya’’, dua huruf yang Yuki ucapkan beriring senyum manisnya. Kali ini Yuki masih bisa menahan kebiasaan buruknya itu, karena sebelumnya ia sudah menduga apa yang akan terjadi.
‘’yuhuuuuuu!!’’, suara Fuji, Miura, dan Etsu bersahutan di balik pintu geser kamar Yuki. Mereka mendatangi dua sejoli yang baru saja bersatu.
‘’Pajak jadiannya donk! Haha’’, celetuk Fujita.
‘’yasudah ikut makan Sashiminya saja disini. Kita bersenang-senang’’, jawab Juro dengan wajah tampak senang. Holliday In Summer yang menyenangkan.
Tak terasa, tiga bulan terhitung dari Holliday In Summer itu, Yuki dan Juro masih menjalani hubungan mereka. Semenjak liburan musim panas, lima siswa Horikoshi Gakuen itu terlihat sering bersama. Terlebih lagi mereka saling berpasangan dan sering nge-date bareng kecuali Miura yang tetap sendiri.
Mungkin karena kebersamaan mereka. Tapi entah apa yang membuat rasa Etsu untuk Yuki tumbuh kembali. Di bulan ke empat hubungan Yuki dan Juro mulai terlihat perselisihan. Sempat Juro memergoki Yuki sedang makan di restoran sushi bersama Etsu, dan Juro marah besar. Memang akhir-akhir ini Juro merasakan sesuatu yang aneh dengan Etsu. Juro tahu kalau dulu Etsu pernah menyukai Yuki, inilah yang membuat Juro berfikir kalau Etsu seolah sedang mendekati Yuki diam-diam.
Juro sangat takut kalau hal terburuk yang sering ia fikirkan akhir-akhir ini menjadi sebuah kenyataan. Juro sangat posesif terhadap hubungan yang ia jalani bersama Yuki. Sedangkan Yuki adalah tipikal perempuan yang cuek dan sedikit anti posesif. Ditambah lagi kedekatan Yuki dengan Etsu semakin menjadi.
Di lain kesempatan, kali ini di taman. Juro memergoki Etsu dan Yuki sedang jalan. Keadaan ini membuat hati Juro tersayat.
‘’baiklah, ku temui kalian dua kali sedang bersama. Yuki! Pantas saja kamu gak mau aku ajak pergi. Ternyata kamu lebih memilih dia!’’, bentak Juro sejadinya melampiaskan kemarahan.
Fujita yang sudah curiga dengan kedekatan Etsu dan Yuki ternyata dari kejauhan menyaksikan pertengkaran itu di balik pohon sakura. Fujita yang sangat mencintai Etsu berlari seperti ingin menghindar dari kenyataan. Tanpa Fujita tahu, mobil berkecepatan tinggi sedang melaju ke arahnya.
Orang-orang di taman pun segera berkumpul mengerumuni tempat kejadian itu termasuk Yuki, Juro dan Etsu. Mereka tak percaya melihat Fujita terbaring berlumuran darah. Etsu segera memangku Fujita yang berlumuran darah di pangkuannya dengan berurai air mata karena perasaan bersalah. Sedangkan Juro dan Yuki mencoba menghubungi ambulan utnuk membawa Fujita ke rumah sakit. Karena darah yang ia keluarkan sangat banyak, Fujita tak bisa bertahan lagi di dunia ini.
-END-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar