Your number here :)

Kamis, 01 Agustus 2013

CERPEN




Sesal Senja

‘’Han, ibu boleh minta bantuannya sebentar?’’, teriak ibu di kejauhan.
‘’Iya bu sebentar, masih banyak tugas nih yang harus ku kerjakan’’, Jihan menimpali seadanya.
***
            Akhir pekan ini menjadi hari yang menyibukkan untuk perempuan bungsu dari tiga bersaudara itu. Mungkin karena posisinya sebagai anak bungsu mampu menjadikan Jihan sebagai seorang anak yang terbilang manja. Bukan lagi sibuk karena mengerjakan tugasnya di masa putih-biru, sampai kerap kali menunda apa yang ibunya minta, kali ini seisi rumah disibukkan untuk mempersiapkan keberangkatannya. Remaja berumur lima belas tahun, tentu lima belas tahun pula lamanya ia tinggal dengan kasih sayang kedua orang tuanya juga fasilitas yang selama ini memanjakan hidupnya.
            Tapi hari ini Jihan harus menanggalkan itu semua untuk pergi melanjutkan pendidikannya ke kota tetangga. Tentu menjadi suatu hal yang menyedihkan ketika seseorang berpisah dengan keluarga yang selama ini menyayanginya, apalagi bagi seorang Jihan yang memang menyandang predikat sebagai anak manja di keluarganya. Kali ini yang ada di benaknya bukan masalah jauh atau dekat ia berada, tapi Jihan harus benar-benar merasakan kenyataan sesungguhnya ketika berada jauh dari istana kecilnya. Rasanya di kepala Jihan penuh dengan bayangan yang berkelebatan di fikiran yang membuatnya merasa sesak. Tak lebih dari separuh hari lagi, Jihan harus benar-benar meninggalkan semua orang yang menyayanginya. Ya. Ibu, ayah, juga ketiga saudara Jihan di rumah.
***
            Jihan merasakan sakit di rahangnya, menyaksikan jaraknya yang sepersekian d
esan air mata yang selalu Jihan coba bendung di pelupuk matanya. Seperti tak berarti banyak, akhirnya deras air mata yang mengalir tak dapat terhentikan. Tak ingin kedua orang tuanya melihat Jihan sedang menitikkan air mata, seketika Jihan menepisnya dengan tergesa. Berkali Jihan menepis, mungkin orang tua Jihan pun menyadari apa yang dilakukan anak bungsunya itu. Ayah Jihan mencairkan suasana dengan candaan yang biasa beliau buat ketika besama anak-anaknya. Sisa perjalanan mereka nikmati dengan titir dan gelak tawa.
            Apa artinya harap yang di panjatkan Jihan agar tak cepat sampai ke tempat tinggal barunya.Asrama. Akhirnya sebuah gapura bertuliskan MAN 2 Kota Serang nyata di hadapannya. Entah mengapa, bagi  Jihan sepertinya saat ini mengangkat kaki untuk beranjak dari mobil terasa lebih berat dibandingkan harus membantu ibu mengangkat galon air yang kadang ibu serukan kepadanya di akhir pekan.
‘’Nak, mungkin ibu dan ayah harus pulang sekarang, kamu harus hati-hati menjaga diri, harus jadi anak yang rajin. Dan satu lagi, gak boleh cengeng!’’, tukas ibu beberapa saat sebelum meninggalkan Jihan di boarding MAN 2 Kota Serang.

                                                                        ***
            Malam pertama Jihan di tempat yang ia juluki semi penjara suci ini menyisakan bayang dalam lamunan. Seorang Jihan yang dijuluki si cengeng di rumahnya tiba-tiba ber-qiyamullail malam itu. Entah apa yang ada di fikirannya. Selaras dengan gelar yang ia dapat, Jihan menangis sepanjang malam saat ber-qiyamullail menyisakan matanya yang sembab di pagi harinya.
‘’Han, kamu nangis?’’, tanya Rifa sambil memerhatikan mata Jihan sedari tadi.
‘’hmm... ‘’, hanya erangan yang nyaris tak terdengar yang keluar dari bibir kecilnya.Tangis jihan pecah lagi kala itu.
            Beberapa pekan Jihan lalui bersama teman barunya di sana. Saat menjelang senja di waktu luang. Teringat akan seruan ibu di tengah-tengah kesibukan masa putih-birunya, seperti ingin memutar  beberapa waktu kebelakang tepat saat ibunya berseru meminta bantuan. Kembali Jihan menitikkan air mata di atas sesalnya.


_END_



Tidak ada komentar:

Posting Komentar